Ramadhan sudah datang dan Rasullulah bersukacita karena pada
bulan ini seluruh berkah turun ke bumi bagai hujan yang tak kenal henti. Bahkan
tidur pada bulan ini pun mendapatkan berkah. Ramadhan adalah bulan ceria karena
malaikat-malaikat turun ke bumi dan memberikan doa kesejahteraan dan kedamaian “salamun
hiya hatta mathla’il fajar”
Tetapi aneh Ya Rabb, Saya tak bisa langsung menemukan
sukacita itu. Hal pertama yang terasa ketika Ramadhan datang adalah rasa malu.
Ramadhan tahun ini adalah Ramadhan yang kesekian kali, tahun lalu pun saya
mengalami Ramadhan dan saat itu saya sudah tahu bahwa Ramadhan adalah bulan
training. Puasa diantaranya, dilakukan agar saya dapat melatih diri, hidup
dengan mengendalikan hawa nafsu.
Tetapi setelah satu bulan Ramadhan tahun lalu Ya Rabb, saya
tak pernah memahami kata syawwal. Syawwal berarti “bertumbuh” atau “bertambah”.
Bila syawwal berarti “bertumbuh”, berarti Ramadhan adalah saat menanam, sebulan
penuh saya menanam dan menata seluruh perilaku sesuai dengan kehendak dan
aturan Allah. Bila syawwal berarti “bertambah”, berarti Ramadhan adalah saat
menabung modal.
Melalui Ramadhan, kesadaran saya diisi dengan nikmatnya
beribadah secara berjamaah, sekeluarga, dan sekampung halaman. Namun setelah
syawwal datang, pada tahun lalu, pertumbuhan dan pertambahan itu saya lupakan,
saya lebih tertarik untuk mengenakan baju baru, makanan segar di pagi hari, dan
kembali membicarakan orang, Astagfirullah Ampuni saya Ya Rabb !!!.
Saya malu Ya Ramadhan. Hati ini tidak persis seperti sebuah
cermin, yang di usap debunya selama Ramadhan dan menerima kebeningan pada
bulan-bulan lainnya. Hati ini persis sebuah bendungan yang menahan gejolak
nafsu sebulan penuh, lalu jebol pada tanggal 1 Syawwal.
Namun, diam-diam ada juga rasa sukacita mungkin dengan kadar
yang lebih rendah dari sukacitanya panutan kangjeng kita Nabi Muhammad SAW.
Sukacita itu berasal dari kesempatan yang diberikan Allah, kesempatan untuk
ikut kembali training agung ini. Terima kasih Allah, engkau Guru yang Maha
Guru. Kalua lah Engkau guru biasa, tentu sudah lama Engkau memarkir hamba dari
training tahun ini alias Wafat.
Seorang murid yang terus-menerus tidak lulus dan membandel
biasanya akan diskors atau dianggap tidak layak mengikuti program. Namun
Engkau, Mahaguruku, begitu Kasih dan Pengampun pada murid yang Bengal sekalipun
Engkau masih tawarkan training agung ini, sekali lagi! Subhannallah, alasan apa
lagikah bagi saya untuk tidak mensyukuri kehendak-Mu!, saat menyadari rasa
sukacita ini, saya melonjak-lonjak ketika mendengar seruan Hai Orang yang
beriman diwajibkan atas kamu Berpuasa.. “Ya..saya mau beriman, saya mau
berpuasa, saya mau dibasuh agar menjadi tawakal!” Saya melonjak-lonjak seperti
seorang anak kecil yang diberi hadiahi oleh gurunya.
Wallahu a'lam...
EmoticonEmoticon