Sepuluh
hari terakhir di bulan Ramadhan adalah masa-masa emas untuk mendulang pahala
dan ampunan Allah Ta’ala. Dalam sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan-lah ada
perintah untuk lebih bersungguh-sungguh dalam mendekatkan diri kepada Allah
Ta’ala. Dalam sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan pula ada perintah mencari lailatul
qadar.
Setelah
melalui ibadah puasa selama 22 hari, pernahkah bertanya kepada diri sendiri,
apakah selama 22 hari berpuasa, kita benar-benar menjadi hamba Allah yang
bertaqwa atau sebaliknya ?
Berikut
ini beberapa amalan yang semestinya kita kerjakan dalam sepuluh hari terakhir
bulan Ramadhan, untuk menggapai ampunan Allah Ta’ala dan meraih lailatul qadar
;
1. Menjaga shalat lima waktu secara berjama’ah di masjid
"Barangsiapa berwudhu dengan sempurna untuk melaksanakan shalat,
kemudian ia berjalan kaki menuju shalat wajib, sehingga ia melaksanakan shalat
wajib tersebut bersama masyarakat, atau berjama’ah, atau di masjid, niscaya
Allah akan mengampuni dosa-dosanya." (HR. Muslim no. 232)
2. Melaksanakan shaum Ramadhan
"Barangsiapa melakukan
puasa Ramadhan karena keimanan dan mengharapkan pahala di sisi Allah, niscaya
dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni." (HR. Bukhari no. 38 dan Muslim no. 760)
3. Melaksanakan shalat tarawih dan witir
"Barangsiapa melakukan shalat malam Ramadhan (tarawih dan witir) karena
keimanan dan mengharapkan pahala di sisi Allah, niscaya dosa-dosanya yang telah
lalu akan diampuni." (HR. Bukhari no. 37 dan Muslim no. 759)
4. Diutamakan melaksanakan shalat tarawih dan witir secara berjama’ah di
masjid sampai selesai bersama dengan imam.
Jika kita memiliki “kebiasaan buruk” shalat tarawih di masjid hanya
beberapa raka’at saja bersama imam, lalu berhenti dan tidak mengikuti shalat
imam, hanya karena kita sibuk ngobrol, sibuk main HP, atau bahkan berniat akan
shalat witir sendiri nanti malam di rumah; maka sebaiknya kita merubah hal itu.
Sangat dianjurkan untuk shalat tarawih dan witir bersama dengan imam di masjid,
sehingga selesai dan salam bersama imam, berdasar hadits shahih:
Dari Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
salam bersabda: “Jika seseorang melakukan shalat [tarawih dan witir] bersama
imam sampai selesai, niscaya dicatat baginya pahala shalat semalam suntuk.”
(HR. Abu Daud no. 1375, Tirmidzi no. 806, An-Nasai no. 1364, Ibnu Majah no.
1327 dan lain-lain. Dinyatakan shahih oleh At-Tirmidzi, Ibnu Hibban, Syu’aib
al-Arnauth, al-Albani dan lain-lain)
5. Bersungguh-sungguh dalam mengisi waktu malam dan siang dengan
memperbanyak ibadah.
Terlebih pada waktu malam, diutamakan untuk memperbanyak shalat sunah, membaca
Al-Qur’an, doa, dzikir, istighfar, dan amal kebajikan lainnya. Diutamakan pula
tidak melakukan hubungan suami-istri dan lebih mengutamakan ibadah mahdhah
kepada Allah Ta’ala. Hendaknya seorang kepala rumah tangga mengajak serta istri
dan anak-anaknya untuk memperbanyak ibadah kepada Allah Ta’ala.
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata: “Kebiasaan Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa salam jika telah datang sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan adalah
beliau menghidupkan waktu malam [dengan ibadah], membangunkan keluarga
[istri-istrinya], bersungguh-sungguh dalam beribadah dan mengencangkan
sarungnya.” (HR. Bukhari no. 2024 dan Muslim no. 1174)
6. Memperbanyak sedekah dan infak
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata: “Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa salam adalah orang yang paling dermawan dan saat beliau paling
dermawana adalah di bulan Ramadhan ketika malaikat Jibril menemui beliau.
Malaikat Jibril senantiasa menemui beliau pada setiap malam dalam bulan
Ramadhan untuk saling mempelajari Al-Qur’an. Pada saat itu Rasulullah lebih
dermawan dalam melakukan amal kebajikan melebihi (cepat dan luasnya) hembusan
angin.” (HR. Bukhari no. 6 dan Muslim no. 2308)
7. I’tikaf
Disunahkan melakukan i’tikaf selama sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan bagi
orang yang memiliki kemampuan dan tidak memiliki halangan.
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata: “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam
selalu melakukan i’tikaf pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan sampai Allah
mewafatkan beliau, kemudian para istri beliau melakukan i’tikaf sepeninggal
beliau.” (HR. Bukhari no. 2026 dan Muslim no. 1172)
8. Ribath dan jihad di jalan Allah Ta’ala
Bulan Ramadhan adalah bulan ribath dan jihad. Banyak peperangan besar dalam
sejarah Islam terjadi di bulan suci Ramadhan. Berjaga-jaga di medan perang dan
berperang untuk menegakkan syariat Allah dan membela keselamatan nyawa kaum
muslimin di bumi jihad Suriah, Irak, Afghanistan, Somalia, Mali, Chechnya dan
Rohingnya pada bulan suci Ramadhan merupakan amalan yang sangat dianjurkan.
Hadits shahih telah menjelaskan keutamaan sehari berperang di jalan Allah dalam
kondisi berpuasa:
Dari Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu ‘anhu berkata: Aku telah mendengar
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda: “Barangsiapa berpuasa
sehari di jalan Allah [yaitu dalam kondisi berjihad] niscaya Allah akan
menjauhkan wajahnya [yaitu dirinya] dari neraka sejauh 70 musim gugur [yaitu 70
tahun].” (HR. Bukhari 2840 dan Muslim no. 1153)
Hadits
di atas disebutkan oleh imam Bukhari dalam kitab Shahih Bukharinya, pada kitab
Jihad was Siyar, bab fadhlu shaum fi sabilillah. Para ulama hadits lainnya juga
menempatkan hadits ini dalam pembahasan jihad fi sabilillah. Artinya, makna fi
sabilillah dalam hadits tersebut adalah berperang semata-mata untuk menegakkan
syariat Allah dan membela kaum muslimin yang tertindas. Wallahu a’lam
bish-shawab.
Hal yang menguatkan hal itu adalah hadits tersebut diriwayatkan dari jalur
sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dengan lafal:
"Tidak ada seorang murabith pun yang berjaga-jaga di jalan Allah lalu
ia berpuasa sehari di jalan Allah kecuali Allah akan menjauhkan wajahnya [yaitu
dirinya] dari neraka sejauh 70 musim gugur [yaitu 70 tahun].” (HR. Abu
Thahir adz-Dzuhli dalam Al-Fawaid. Fathul Bari Syarh Shahih al-Bukhari, 6/48)
Imam An-Nawawi berkata: “Hadits ini dibawa pada pengertian apabila puasa
tidak membahayakan dirinya, tidak membuatnya meninggalkan suatu kewajiban,
tidak membuat peperangannya melemah dan tidak melemahkannya dari tugas-tugas
lainnya dalam peperangannya.” (An-Nawawi, Syarh Shahih Muslim, 8/33)
Imam Ibnu Daqiqil ‘Ied berkata: “Sabda beliau di jalan Allah, menurut ‘urf
(kebiasaan) mayoritas penggunaan istilah ini adalah untuk perkara jihad.”
(Ibnu Daqiqil ‘Ied, Ihkam al-Ahkam Syarh Umdat al-Ahkam, 2/37)
Imam Ibnul Jauzi al-Hambali berkata: “Jika disebutkan lafal jihad begitu
saja [tanpa ada kata lain yang mengiringinya] maka maknanya adalah jihad.” (Ibnu
Hajar al-Asqalani, Fathul Bari Syarhu Shahih al-Bukhari, 6/48)
Hadits-hadits shahih juga telah menjelaskan keutamaan ribath di jalan Allah.
Dari Salman al-Farisi radhiyallahu ‘anhu berkata: Aku telah mendengar
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda: “Berjaga-jaga [di medan
perang] selama sehari-semalam itu lebih utama daripada puasa selama satu bulan
penuh dan shalat malam selama sebulan penuh, dan jika ia mati saat menjalankan
tugas jaga tersebut niscaya ia akan aman dari [siksaan] dua malaikat
kubur dan amal yang biasa ia kerjakan akan terus mengalir pahalanya
sampai hari kiamat.” (HR. Muslim no. 1913 dan Tirmidzi no. 1665, dengan
lafal Tirmidzi)
Dari Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu berkata: Aku telah mendengar
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda: “Berjaga-jaga satu hari di
[medan perang] di jalan Allah itu lebih baik dari 1000 hari di tempat
selainnya.” (HR. Tirmidzi no. 1667, An-Nasai no. 3169, hadits hasan)
Sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata:
“Berjaga-jaga di medan perang di jalan Allah selama semalam adalah lebih aku
sukai daripada saya melakukan shalat tarawih dan witir pada malam lailatul
qadar di sisi Hajar Aswad.” (Ibnu Taimiyah, Majmu’ Fatawa, 28/6)
9. Umrah Ramadhan
Keutamaan umrah di bulan suci Ramadhan dijelaskan dalam hadits shahih:
“Jika datang bulan Ramadhan, maka lakukanlah olehmu umrah, sebab umrah pada
bulan tersebut setara [pahalanya] dengan [pahala] haji.” (HR. Bukhari no.
1782 dan Muslim no. 1256)
"Sesungguhnya [pahala] umrah di bulan suci Ramadhan itu setara dengan
pahala haji atau haji bersamaku.” (HR. Bukhari no. 1863 dan Muslim no.
1256)
Hukum umrah menurut kesepakatan ulama adalah sunnah. Ketika dalam satu waktu
yang sama seorang muslim dihadapkan kepada dua pilihan, melaksanakan amalan
wajib dan amalan sunnah, maka amalan wajib harus didahulukan atas amalan
sunnah. Terlebih jika meninggalkan amalan wajib tersebut mengakibatkan bencana
besar terhadap agama, nyawa, harta, kehormatan dan akal kaum muslimin.
Umrah di bulan Ramadhan, betatapun besar pahalanya, adalah amalan sunnah. Pada
saat yang sama umat Islam memiliki amalan lain yang sifatnya wajib, yaitu
membantu jutaan kaum muslimin di Suriah dan Rohingnya yang terancam keselamatan
nyawa dan akidahnya. Jutaan muslim Suriah dikepung dan dibombardir oleh pasukan
rezim Nushairiyah dan milisi-milisi Syiah. Kaum muslimin Suriah kekurangan
makanan, obat-obatan, senjata dan amunisi. Mereka berada di antara dua bahaya;
mati karena kelaparan atau mati karena dibantai oleh pasukan Nushairiyah dan
milisi Syiah.
Banyak dalil dari Al-Qur’an dan as-sunnah yang memerintahkan kita untuk
membantu dan menyelamatkan saudara-saudara kita yang tertindas, kelaparan dan
terancam keselamatan nyawa dan akidah mereka. Allah Ta’ala berfirman:
"Dan tolong-menolonglah kalian dalam amal kebajikan dan
ketakwaan." (QS. Al-Maidah [5]: 2)
"Tahukah engkau orang yang mendustakan hari pembalasan (hari kiamat)?
Itulah orang yang menghardik anak yatim dan tidak menganjurkan untuk memberi
makan orang miskin." (QS. Al-Ma’un [107]: 1-3)
Hadits-hadits shahih memerintahkan kita untuk memperhatikan kesengsaraan sesama
kaum muslimin.
Dari Abu Musa al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu berkata: Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa salam bersabda: “Bebaskanlah muslim yang tertawan musuh, berilah
makanan orang yang lapar dan tengoklah orang yang sakit!” (HR. Bukhari no.
3046)
Dari Nu’man bin Basyir radhiyallahu ‘anhu berkata: Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa salam bersabda: “Perumpamaan kaum beriman dalam sikap saling
mencintai, menyayangi dan menyantuni adalah seperti sebuah tubuh, jika satu
anggota tubuh merasa sakit, maka seluruh anggota tubuh lainnya ikut
merasakannya dengan sulit tidur malam dan demam panas.” (HR. Bukhari no.
6011 dan Muslim no. 2586, dengan lafal Muslim)
Infak untuk membantu dan menyelamatkan kaum muslimin Suriah dan Rohingnya
adalah kewajiban, bukan sekedar amalan sunnah. Adapun umrah di bulan Ramadhan
adalah amalan sunnah dan masih mungkin dilakukan tahun-tahun mendatang. Seorang
muslim yang cerdas dan memiliki kesadaran ukhuwah akan mendahulukan infak untuk
kaum muslimin Suriah dan Rohingnya yang manfaatnya bisa dirasakan ratusan ribu
orang, daripada mengerjakan umrah Ramadhan yang manfaatnya terbatas untuk
dirinya sendiri.
Saat seorang muslim mengeluarkan belasan bahkan puluhan jutanya untuk
melaksanakan Umrah Ramadhan yang nilainya sunnah, dan ia tidak menginfakkan sebanyak
mungkin harta untuk kaum muslimin di Suriah dan Rohingnya yang nilainya wajib,
maka akibatnya sangat fatal; puluhan ribu atau bahkan ratusan ribu kaum
muslimin akan mati kelaparan atau mati dibantai, masjid-masjid akan
dihancurkan, agama kekafiran Nushairiyah dan Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah
akan berjaya.
Saudaraku seislam dan seiman…
Inilah di antara amal-amal shalih yang seharusnya menjadi konsentrasi kita pada
sepuluh hari terakhir dari bulan suci Ramadhan. Semoga Allah mengaruniakan
ampunan, lailatul qadar dan ridha-Nya kepada kita sehingga lepas Ramadhan kita
menjadi Muslim yang Taqwa. Aammiin
Wallahu a’lam bish-shawab
Sumber : www.arrahmah.com
Mari bantu ciptakan lebih banyak lagi
senyum adik kita dengan
Gerakan
Berbagi "Kado Lebaran Yatim"
(KLIK
DISINI)